Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan batin

5.29.2008

Penidakluluhan Huruf k, p, t, dan s

Anda masih ingat dua minggu yang lalu, kami telah menyajikan materi tentang pengimbuhan awalan me- dengan kata dasar yang memilki huruf pertama k, p, t, dan s. Huruf-huruf tersebut mengalami peluluhan seperti pada kata mengabari (dari kata dasar kabar), memerangi (dari kata dasar perang), manahan (dari kata dasar tahan), dan menyalin (dari kata dasar salin).

Pembahasan kali ini kami akan menyajikan yang berbeda dari sebelumnya yakni penidakluluhan huruf k, p, t, dan s sebagai huruf pertama pada kata dasar yang mendapat awalan me-.

Berikut ini adalah kata-kata yang tidak mengalami peluluhan - mengkhawatirkan (kata dasar - khawatir)
- mengkhayal (kata dasar - khayal)
- mengkhinati (kata dasar - khianati)
- mengklaim (kata dasar - klaim)
- mengkreditkan (kata dasar - kredit)
- memprakarsai (kata dasar - prakarsai)
- mempraktikkan (kata dasar - praktik)
- memprediksi (kata dasar - prediksi)
- memproklamasikan (kata dasar - proklamasi)
- memproyeksikan (kata dasar - proyeksi)
- mensponsori (kata dasar - sponsor)
- menstabilkan (kata dasar - stabil)
- menstandarkan (kata dasar - standar)
- menstratakan (kata dasar - strata)
- menstrukturkan (kata dasar - struktur)
- mentradisikan (kata dasar - tradisi)
- mentransfer (kata dasar - transfer)
- mentransformasikan (kata dasar - transformasi)
- mentranskripsikan (kata dasar - transkripsi)
- mentransmigrasikan (kata dasar - transmigrasi)

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa huruf k, p, s, dan t sebagai huruf pertama kata dasar tidak mengalami peluluhan karena huruf k, p, s, dan t merupakan gugus konsonan yang ada di awal kata tersebut, seperti gugus konsonan kh, kl, kr, pr, sp, st, str, dan tr. Umumnya gugus konsonan tersebut ada pada kata-kata yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing

Selain unsur serapan yang berasal dari bahasa asing, penidakluluhan ini juga berlaku pada gabungan imbuhan seperti memper, karena mem- dan per- sama-sama sebagai awalan. (Suhaeni 29/5)

Selengkapnya......

5.28.2008

Pertanyaan Kebahasaan

Sebuah pertanyaan kebahasaan menarik dari pengguna bahasa Indonesia yang taat.
Mengenai:
Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan?
Badan Pendidikan dan Latihan atau Badan Pendidikan dan Pelatihan?

Jawaban:
Jika pendidikan itu diartikan 'proses mendidik' dan didikan diartikan 'hasil mendidik' dengan taat asas 'proses melatih' akan menjadi pelatihan,dan latihan akan diartikan 'hasil melatih,yang dilatihkan'. Sejalan dengan itu, yang benar adalah
Pusat Pendidikan dan Pelatihan, bukan Pusat Pendidikan dan Latihan
Badan Pendidikan dan Pelatihan, bukan Badan Pendidikan dan Latihan (dwisondari:28/5)
. Selengkapnya......

5.27.2008

Benarkah Bahasa yang Menentukan Corak Suatu Masyarakat ?


Kita ketahui bersama bahwa fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. Bahasa adalah wahana yang kita gunakan dalam kita berinteraksi antaranggota. Dengan demikian, setiap anggota atau masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat. Berkaitan dengan itu, mana yang lebih dulu ada, bahasa atau masyarakat? Mana yang lebih menentukan dari keduanya? Bahasa menentukan corak suatu masyarakat, atau masyarakat menentukan corak suatu bahasa? Umumnya orang cenderung memilih jawaban yang kedua yakni masyarakat menentukan corak suatu bahasa”.

Berbeda dengan pendapat di atas, ada dua orang ahli, Whorf dan Sapir berpendapat bahwa bahasalah yang menentukan corak suatu masyarakat. Pendapat ini dinyatakan melalui hipotesisnya yang terkenal dengan nama hipotesis Whorf-Sapir. Beranjak dari hipotesis ini, ada sebuah artikel dalam suatu media massa yang isinya agak provokatif yakni, ”Bahasa yang Merusak Mental Bangsa”. Ada tiga persoalan dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan dalam artikel tersebut yaitu: (1) masalah kata sapaan, (2) masalah kala (tenses), dan (3) salam (greeting).


Masalah Kata Sapaan. Kata sapaan dalam bahasa Indonesia (Bapak, Ibu, Saudara) meminjam kata dari perbendaharaan hubungan kekerabatan/famili (bapak, ibu, saudara). Hal ini tampaknya ada suatu dampak yang signifikan, yakni mengakibatkan masyarakat pemakainya memiliki sifat familier dan nepotis. Mungkinkah berkembangnya nepotisme di negeri ini disebabkan oleh perilaku bahasa ? Jawabannya masih harus dikaji secara cermat dengan data yang lengkap.

Masalah Kala. Masalah kedua yang juga dikemukakan dalam artikel tersebut adalah masalah kala (tenses). Bahasa Indonesia sebagai bahasa tipe aglutinatif memang tidak mengenal kala (tenses). Hal ini telah mengakibatkan masyarakatnya kurang begitu peduli waktu dan kurang menghargai waktu atau kurang disiplin dalam masalah waktu. Kenyataan memang banyak yang menunjukkan kebenaran prasangka demikian. Jam karet memang hampir merupakan budaya bangsa. Akan tetapi apakah penyebabnya memang betul dari perilaku bahasa Indonesia yang tidak mengenal tenses ? Apakah bahasa-bahasa lain yang setipe dengan bahasa Indonesia perilaku bangsanya juga sama dengan perilaku bangsa Indonesia? Jawabannya sudah barang tentu tidak spontanitas, tetapi harus diteliti dan dibuktikan dengan data yang lengkap dan otentik.

Masalah Salam. Salam kita yang paling populer adalah Apa kabar ? atau Halo, apa kabar ? Yang menjadi persoalan adalah samakah perilaku bangsa yang menggunakan salam Apa kabar ? dengan perilaku bangsa yang menggunakan salam How do you do ? Dampak pemakaian kata do tampaknya berbeda dengan pemakaian kata Apa kabar ? Kata do memiliki sugesti untuk berbuat sesuatu, sedangkan apa kabar memiliki sugesti untuk ”memburu berita”.
Bangsa yang menggunakan How do you do ? sangat terbiasa bekerja dan bekerja, misalnya di dalam perjalanan dengan bus atau kereta api selalu tidak luput dari aktivitas membaca buku. Sebaliknya, bangsa yang menggunakan salam Apa kabar ? sangat umum dijumpai selalu ngobrol di dalam perjalanan yang sejenis. Apakah ini merupakan bukti bahwa perilaku bangsa ini telah ditentukan oleh perilaku bahasanya, khususnya dalam menggunakan salam ? Jawabannya harus diteliti lebih lanjut, agar ketahuan benar salahnya hipotesis Whorf-Sapir tersebut (Suhaeni:26/4).

Selengkapnya......

Mudahkah Belajar Bahasa Indonesia ?


Banyak orang mengatakan bahwa bahasa Indonesia mudah dipelajari. Pendapat itu mungkin ada benarnya ketika dibandingkan dengan mempelajari sebuah bahasa yang memiliki bentuk huruf yang berbeda, bukan huruf Latin, seperti bahasa China yang menggunakan bentuk yang dikenal dengan karakter atau ketika mempelajari bahasa Rusia yang memiliki bentuk-bentuk huruf yang berbeda pula. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia termasuk bahasa yang sulit dipelajari.

Bahasa Indonesia masuk dalam kategori bahasa yang hidup, artinya masih berkembang, masih menerima/memungut kata-kata asing atau daerah untuk memperkaya khazanah kosa katanya. Kita harus dapat memberikan perhatian yang lebih pada perkembangan bahasa nasional kita. Karena jika tidak, kita tidak akan dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangannya, malah mungkin kita terhanyut oleh arus salah kaprah yang dewasa ini banyak dijumpai dalam pemakaian bahasa kita.

Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah! Yang mudah adalah bahasa Indonesia tutur (lisan) yang kita gunakan dalam penuturan sehari-hari, tetapi penerapan bahasa Indonesia resmi yang baku dalam kehidupan kita tidaklah semudah perkiraan orang.


Banyak orang Indonesia tidak menyadari sikapnya terhadap bahasa nasional yang digunakannya. Mereka akan sangat merasa malu bila tidak dapat melafalkan kata-kata asing benar, namun tidak terlalu peduli terhadap penggunaan atau pengua dengan saan bahasa Indonesianya. Sikap yang tidak baik itulah salah satu pen yebab terjadinya kerancuan-kerancuan (salah kaprah) dalam bahasa Indonesia. Sebuah contoh, saya adalah seorang instruktur bahasa Indonesia. Kalimat tersebut bukanlah kalimat yang berstruktur bahasa Indonesia asli, tetapi telah dipengaruhi oleh struktur bahasa Belanda atau Inggris. Kata ‘adalah’ dalam kalimat itu diterjemahkan dari kata kerja gabung ‘zijn’ (Belanda) atau ‘to be’ (Inggris), sedangkan kata ‘adalah’ dalam bahasa Indonesia tidaklah mutlak penggunaannya.

Contoh lain, kantor di mana kami bekerja adalah gedung bertingkat empat. Kata ‘di mana’ diterjemahkan dari kata ‘waar’ (Belanda) atau ‘where’ (Inggris). Kalimat ini bila distrukturkan ke dalam bahasa Indonesia asli akan menjadi : kantor tempat kami bekerja gedung bertingkat empat. (Astri 0408)
Selengkapnya......

5.23.2008

Selamat Hari Raya Waisak

Kami keluarga besar Subpok Bahasa Indonesia mengucapkan "Selamat Hari Raya Waisak" bagi Anda yang merayakannya.


Selengkapnya......

Suka atau Sering ?

Di dalam bahasa percakapan kita sering mendengar orang mengucapkan kata suka dan kata sering, seperti pada kalimat berikut.

1. Saya suka/sering lupa waktu kalau lagi asyik bekerja.Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam percakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'.Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memang berbeda.
Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.


2. a. Dia adalah teman dalam suka dan duka.
b. Saya suka akan tindakannya.
c. Ambillah kalau Anda suka.
d. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.Pada contoh (2a), kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2b) berarti 'senang'; pada (2c) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju';pada (2d) berarti 'sayang'. (psbdiknas) Selengkapnya......

Jangan Lupa Kopi, Teh, Susu !

Menikmati kopi, teh, dan susu pada pagi hari sambil membaca berita-berita aktual dari surat kabar sangat mengasyikkan. Mengapa tidak, sambil mata kita menelusuri kata demi kata artikel yang kita baca untuk memahami isinya, mulut kita menghirup kopi susu atau teh manis yang telah tersedia, oh... luar biasa.Namun sayang, kopi, teh, dan susu yang dimaksud dalam tulisan ini tidak sama dengan kopi, teh, dan susu yang kita nikmati pada pagi hari. Walaupun demikian, ada sedikit persamaan yakni sama-sama membuat kita segar dan akhirnya membuat kita ingat akan sesuatu.

Kata kopi, teh, dan susu adalah kata-kata yang digunakan sebagai cara yang mudah untuk mengingat peraturan gramatikal dalam bahasa Indonesia khususnya masalah afiksasi. Anda masih ingat ? Mengapa kata karang menjadi mengarang, pukul menjadi memukul, tunggu menjadi menunggu, dan sapu menjadi menyapu. Kata karang menjadi mengarang karena kata dasar tersebut mendapat prefiks/awalan me- sehingga huruf pertama k pada kata karang tersebut luluh dan me- berubah menjadi meng-. Demikian juga kata pukul menjadi memukul, karena huruf pertama kata dasar tersebut adalah p, maka setelah mendapat awalan me- , p luluh dan awalan me- berubah menjadi mem- . Huruf t pada kata tunggu termasuk huruf yang luluh apabila mendapat awalan me- dan me- berubah menjadi men-. Sama halnya dengan proses afiksasi pada ketiga kata di atas, huruf s pada kata sapu juga mengalami peluluhan setelah diimbuhkan dengan awal me- dan me- berubah menjadi meny-.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semua kata dasar yang memiliki huruf pertama k , p , t, dan s ( kopi, teh, dan susu ) mengalami peluluhan apabila kata-kata tersebut mendapat awalan me- .

Baik, sekali lagi saya ingatkan, jangan lupa meluluhkan huruf pertama k , p , t , dan s dalam proses afiksasi atau pengimbuhan khususnya dalam menggunakan awalan me-, atau ingat saja kopi, teh, dan susu ! (Suhaeni : 12/8)
Selengkapnya......

JANGAN BERGEMING SAJA….!

Pernahkah Anda mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat …. dia tidak bergeming dan tidak mau merubah pendapatnya …. ?
Kalimat tersebut diucapkan dengan maksud untuk menyatakan bahwa dia tetap/diam pada pendirian/pendapatnya dan tidak mau menggantinya. Benarkah makna kata tidak bergeming sama dengan diam ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makna kata bergeming adalah diam. Bila kita bubuhkan kata ‘tidak’ pada kata tersebut maka pengertiannya adalah tidak diam. Jadi pengertian kalimat di atas menjadi …. dia tidak diam untuk mempertahankan pendapatnya …. Berarti tidak sesuai dengan maksud yang hendak disampaikan. Kalimat yang benar untuk mengungkapkan makna bahwa seseorang diam atau tetap pada pendidiriannya dengan menggunakan kata ‘bergeming’ seperti kalimat di atas, akan menjadi ….. dia bergeming dan tidak mau merubah ….

Pada kalimat di atas penggunaan kata berimbuhan merubah mengandung kesalahan. Kata dasar kata tersebut adalah ubah bukan rubah. Kata ubah bila diimbuhi awalan ber- akan menjadi berubah. Bila dibubuhi awalan me- akan menjadi mengubah bukan merubah. Demikian pula dengan penggunaan kata mengobah dan berobah karena bentuk kata ''obah' bukanlah bentuk yang baku.(Astri 0408)
Selengkapnya......

MARI BELAJAR BAHASA INDONESIA !

Bahasa Indonesia adalah Bahasa Nasional bangsa Indonesia. Namun, sudahkah kita berbahasa Indonesia dengan baik dan benar? Sering kita mendengar imbauan agar kita menggunakan bahasa nasional kita dengan baik dan benar. Gaungnya akan terdengar keras, terutama menjelang peringatan bulan bahasa (bulan Oktober), melalui berbagai media.


Banyak orang Indonesia menganggap bahwa mereka telah dapat berbahasa Indonesia, ada pula yang menganggap bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari karena bahasa Indonesia telah mereka gunakan sejak mereka pertama kali dapat berbicara, dan banyak alasan lainnya yang diungkapkan sebagai pembenaran tidak pentingnya mempelajari bahasa Indonesia.
Sungguh disayangkan alasan-alasan tersebut masih dilontarkan oleh orang-orang Indonesia. Pada kenyataannya, masih banyak penutur (orang Indonesia) bahasa Indonesia tidak menyadari atau bahkan mengabaikan kaidah-kaidah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar ketika berkomunikasi.


Sangat ironis ketika generasi muda bangsa Indonesia meremehkan mata pelajaran bahasa Indonesia, namun pada saat lainnya menganggap momok manakala harus menghadapinya sebagai materi pelajaran yang diujikan.



Pentingkah bahasa Indonesia ? Jawaban sebenarnya adalah ’penting’. Perlukah kita mempelajari bahasa Indonesia ? Jawaban seharusnya adalah ’sangat perlu’. Mengapa ? Sebagai bangsa Indonesia sudah sewajarnyalah kita mempelajari bahasa Indonesia agar kita dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia adalah salah satu identitas bangsa Indonesia, bila dianalogikan : tidak menggunakan bahasa Indonesia dapat diartikan kita menghilangkan jati diri kita. Pantas bila akhir-akhir ini banyak identitas kita diakui oleh bangsa lain karena sebagai pemiliknya kita tidak menjaga dan memeliharanya dengan baik dan benar. Mari kita belajar bahasa Indonesia agar tidak kehilangan salah satu jati diri kita ! (Astri-0408)
Selengkapnya......

Ekspedisi 92 Pulau Terluar di Indonesia


Memperingati hari 100 thn Kebangkitan Nasional, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri akan menjelajahi 92 pulau terluar Republik Indonesia. Ekspedisi bertajuk Garis Depan Nusantara ini akan memakan waktu satu tahun penuh dengan perkiraan biaya Rp. 5 miliar.

Selain berlayar, tim ekspedisi juga akan melakukan studi ekonomi, sosial dan budaya tentang kondisi pulau-pulau terluar.

Kapal yang akan menemani para petualang ini diberi nama KM Deklarasi Djuanda. Kapal berbobot 40 DWT ini dapat berlayar hingga kecepatan 16 km per jam.

“Semoga namanya dapat mengingatkan kita pada semangat persatuan, kesatuan dan integritas bangsa,” ujar Menhub Jusman Syafii Djamal saat melepas para petualang ini di dermaga Marina Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Jusman juga sempat menyiram air doa kepada 14 anggota tim ekspediisi yang akan berlayar ke bagian barat Indonesia untuk menjelajah 34 pulau.

Sebagai titik awal tim akan berlayar ke pulau batu kecil di Lampung dan ditutup ke Pulau Natuna. (detik.com)
Selengkapnya......

5.07.2008

Benarkah Penulisan “Dirgahayu HUT RI Ke-63” ?

Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan Repuplik Indonesia, hari ulang tahun instansi ataupun hari ulang tahun sebuah organisasi banyak dijumpai tulisan yang mengungkapkan ucapan ”Selamat Ulang Tahun Republik Indoneasi” atau ”Selamat Ulang Tahun Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertahanan (Badiklat Dephan)”. Ungkapan itu dalam pemakaiannya sangat bervariasi. Namun, dari berbagai variasi itu ada diantaranya yang penulisannya kurang cermat, seperti contoh di bawah ini.
1. Dirgahayu HUT RI Ke-63
2. Dirgahayu HUT Badiklat Dephan Ke-26
3. HUT RI Ke-63
4. HUT Ke XXVI Badiklat Dephan
Bentuk tulisan pada contoh di atas dianggap kurang cermat karena dapat menimbulkan salah tafsir. Pada ungkapan no. 1, kesalahan terletak pada penempatan kata dirgahayu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata dirgahayu berarti ’panjang umur’ atau ’berumur panjang’. Jika dihubungkan dengan makna yang didukung oleh HUT, pemakaian kata dirgahayu kurang tepat karena mempunyai arti ’panjang umur Hari Ulang Tahun’ atau ’berumur panjang Hari Ulang Tahun’. Padahal yang diberi ucapan panjang umur adalah RI-nya bukan HUT-nya. Oleh karena itu, agar dapat mendukung pengertian secara tepat, susunan ungkapan dirgahayu HUT diubah menjadi dirgahayu RI tanpa harus diikuti dengan HUT Ke-63. Jika HUT Ke-63 digunakan, maka kata dirgahayu tidak digunakan sehingga menjadi ”HUT Ke-63 RI” bukan ”HUT RI Ke-63. Demikian juga pada ungkapan no.2. Sebaiknya ungkapan tersebut diuabah menajadi ”Dirgahayu Badiklat Dephan” atau ” Selamat Hari Ulang Tahun Ke-26 Badiklat Dephan.


Bentuk tulisan ”HUT RI Ke-63” yang terdapat pada contoh no.3 juga dianggap kurang cermat karena ditafsirkan bahwa di negara kita sekurang-kurangnya ada 63 negara RI, dan yang sedang berulang tahun pada saat itu adalah RI Ke-63 bukan RI Ke-10 atau RI Ke-20. Padahal kita Cuma punya satu negara Republik Indonesia. Dalam penyusunan kata yang cermat sebaiknya tulisan bilangan tingkat ke-63 diletakkan setelah HUT (seperti pembahasan di atas). Jadi penulisan yang benar adalah ”HUT Ke-63 RI”.
Penulisan angka romawi pada contoh no.4 kurang tepat. Berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) penulisan angka romawi tidak menggunakan prfiks/awalan ke. Oleh karena itu, penulisan ke pada contoh no.4 harus dihilangkan menjadi HUT XXVI Badikalat Dephan.
Berdasarkan uraian di atas, contoh ungkapan no.1, 2, 3, dan 4 diubah menjadi ungkapan yang tepat sebagai berikut :
1. Dirgahayu RI atau HUT Ke-63 RI
2. Dirgahayu Badiklat Dephan atau HUT Ke-26 Badiklat Dephan
3. HUT Ke-63 RI
4. HUT Ke-26 Badiklat Dephan
Di samping ungkapan-ungkapan di atas, masih banyak ungkapan lain yang dapat digunakan antara lain :
1. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia
2. Dirgahayu Kemerdekaan Kita.
Selengkapnya......